Hakekat Manusia Dan Pengembangannya

A. Hakekat manusia dan pngembangannya

Beberapa pandangan tentang hakikat manusia disebutkan secara singkat sebagai berikut:
1. Pandangan psikoanalitik
okoh psikoanalitik (Hansen, Stefic, Wanner, 1977) menyatakan bahwa manusia pada dasarnya digerakkan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang bersifat instingtif. Tingkah laku seseorang ditentukan dan dikontrol oleh kekuatan psikologis yang sudah ada pada diri seseorang, tidak ditentukan oleh nasibnya tetapi diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan insting biologisnya.
2. Pandangan Humanistik
Pandangan humanistic (Hansen, dkk, 1977) menolak pandangan freud bahwa manusia pada dasarnya tidak rasional, tidak tersosialisasikan dan tidak memiliki control terhadap nasibnya sendiri. Tokoh humanis (Rogers) berpendapat bahwa manusia itu memiliki dorongan untuk menyerahkan dirinya sendiri ke arah positif, manusia itu rasional, tersosialisasikan dan dapat menentukan nasibnya sendiri. Ini berarti bahwa manusia mampu mengarahkan, mengatur, dan mengontrol diri sendiri. Jika manusia dalam keadaan yang memungkinkan dan mempunyai kesempatan untuk berkembang maka akan mengarahkan dirinya untuk menjadi pribadi yang maju dan positif, terbebas dari kecemasan dan menjadi anggota masyarakat yang bertingkah laku secara memuaskan. Lebih lanjut Rogers mengemukakan bahwa pribadi manusia sebagai aliran atau arus yang terus mengalir tanpa henti, tidak statis, dan satu kesatuan potensi yang terus-menerus berubah.
Pandangan Adler (1954) bahwa manusia tidak semata-mata digerakkan oleh dorongan untuk memuaskan dirinya sendiri, namun digerakkan oleh rasa tanggung jawab social serta oleh kebutuhan untuk mencapai sesuatu. Lebih dari itu bahwa “individu melibatkan dirinya dalam bentuk usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri dalam membantu orang lain dan membuat dunia menjadi lebih baik untuk ditempati”
3. Pandangan Martin Buber
Martin Buber (1961) tidak sependapat dengan pandangan yang menyatakan bahwa manusia berdosa dan dalam genggaman dosa. Buber berpendapat bahwa manusia tidak dapat dikatakan bahwa pada dasarnya ini atau itu. Manusia merupakan suatu keberadaan (eksistensi) yang berpotensi. Namun, dihadapkan pada kesemestaan atau potensi manusia itu terbatas. Keterbatasan ini bukanlah keterbatasan yang mendasar (esensial), tetapi keterbatasan factual semata-mata. Ini berarti bahwa yang akan dilakukan oleh manusia atau perkembanagn manusia itu tidak dapat diramalkan dan manusia masih menjadi pusat ketakterdugaan (surprise) dunia. Tetapi perlu diingat, ketakterdugaan ini merupakan ketakterdugaan yang terkekang dan kekangan ini amat kuat. Manusia itu tidak pada dasarnya baik, atau jahat, tetapi manusia itu dengan amat kuat mengandung kedua kemungkinan ini. Justru inilah keterbatasan manusia, yaitu adanya kemungkinan untuk menjadi jahat. Perlu juga diingat bahwa ketetbatasan ini sifatnya hanya faktual belaka, tidak mendasar.

4. Pandangan Behaviouristik
Kaum behavioristik (dalam Hansen, dkk, 1977) pada dasarnya menganggap bahwa manusia sepenuhnya adalah makhluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh factor-faktor yang datang dari luar. Lingkungan adalah penentu tunggal dari tingkah laku manusia. Dengan demikian kepribadian individu dapat dikembalikan semata-mata kepada hubungan antara individu dengan lingkungannya, hubungan itu diatur oleh hukum-hukum belajar, seperti teori pembiasaan (conditioning) dan peniruan.
Pandangan behavioristik sering dikritik sebagai pandangan yang merendahkan derajat manusia (dehumanisasi) karena pandangan ini mengingkari adanya ciri-ciri penting yang ada pada manusia dan yang tidak ada pada ciri-ciri mesin atau binatang, seperti kemampuan memilih, menetapkan tujuan, mencipta. Dalam menanggapi kritik ini Skinner (1976) mengatakan bahwa kemampuan-kemampuan itu sebenarnya terwujud sebagai tingkah laku juga yang berkembangnya tidak berbeda dari tingkah laku lainnya. Justru tingkah laku inilah yang dapat didekati dan dianalisis secara ilmiah. Semua ciri yang dimiliki oleh manusia harus dapat didekati dan dianalisis secara ilmiah. Dibandingkan dengan binatang mungkin manusia adalah binatang yang sangat unik, binatang yang bermoral , namun manusia tidak dapat dikatakan memiliki moralitas. Yang disebut sebagai moral itupun mewujudkan dalam tingkah laku sebagai hasil belajar berkat pengaruh lingkungan. Pendekatan behavioristik tidaklah mendehumanisasikam manusia, melainkan justru memanusiakan manusia, yaitu mengatasi kekerdilan manusia. Hanya dalam hubungannya dengan lingkungan yang didekati secara ilmiahlah kekerdilan manusia dapat diatasi dan harkat manusia dipertinggi.
Setelah mengikuti beberapa pandangan tentang manusia tersebut di atas dapatlah ditarik beberapa pengertian bahwa:
1. Manusia pada dasarnya memiliki “tenaga dalam” yang menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya;
2. Dalam diri manusia (individu) ada fungsi yang bersifat rasional dan bertanggung jawab atas tingkah laku sosial dan rasional individu;
3. Manusia mampu mengarahkan dirinya ke tujuan positif, mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan “nasibnya” sendiri;
4. Manusia pada hakikatnya dalam proses “menjadi”, berkembang terus tidak pernah selesai,
5. dalam hidupnya individu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain, dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati;
6. Manusia merupakan suatu keberadaaan berpotensi yang perwujudannya merupakan ketakterdugaan, namun potensi ini terbatas;
7. Manusia adalah mahluk Tuhan yang mengandung kemungkinan baik dan jahat; dan
8. Lingkungan adalah penentu tingkah laku manusia dan tingkah laku ini merupakan wujud kepribadian manusia.
Pandangan yang meyeluruh tentang manusia seyogyanya tidak hanya menekankan salah satu atau beberapa aspek saja dan ciri ciri hakikat tersebut di atas.
(Sumber: http://qym7882.blogspot.com/2009/04/hakikat-manusia-dan-pengembangannya.html)
B. Sifat dan hakekat mc
1. Pengertian Sifat Hakikat Manusia
Sifat hakikat manusia adalah ciri-ciri karakteristik yang secara prinsipil membedakan manusia dari hewan, meskipun antara manusia dengan hewan banyak kemiripan terutama dilihat dari segi biologisnya.
Disebut sifat hakikat manusia karena secara haqiqi sifat tersebut hanya dimiliki oleh manusia dan tidak terdapat pada hewan. Karena manusia mempunyai hati yang halus dan dua pasukannya. Pertama, pasukan yang tampak yang meliputi tangan, kaki, mata dan seluruh anggota tubuh, yang mengabdi dan tunduk kepada perintah hati. Inilah yang disebut pengetahuan. Kedua, pasukan yang mempunyai dasar yang lebih halus seperti syaraf dan otak. Inilah yang disebut kemauan. Pengetahuan dan kemauan inilah yang membedakan antara manusia dengan binatang.
2. Wujud Sifat Hakikat Manusia
Wujud dari sifat hakikat manusia yang tidak dimiliki oleh hewan yang dikemukakan oleh faham eksistensialisme dengan maksud menjadi masukan dalam membenahi konsep pendidikan , Prof. Dr. Umar Tirtaraharja dkk , menyatakan :
a. Kemampuan Menyadari Diri
Berkat adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki manusia maka manusia menyadari bahwa dirinya memiliki ciri kas atau karakteristik diri. Hal ini menyebabkan manusia dapat membedakan dirinya dan membuat jarak dengan orang lain dan lingkungan di sekitarnya.
Yang lebih istimewa lagi manusia dikaruniai kemampuan membuat jarak diri dengan dirinya sendiri, sehingga manusia dapat melihat kelebihan yang dimiliki serta kekurangan-kekurangan yang terdapat pada dirinya. Kemampuan memahami potensi-potensi dirinya seperti ini peserta didik harus mendapat pendidikan dan perhatian yang serius dari semua pendidik supaya dapat menumbuh kembangkan kemampuan mengeluarkan potensi-potensi yang ada pada dirinya.
b. Kemampuan Bereksistensi
Kemampuan bereksistensi adalah kemampuan manusia menempatkan diri dan dapat menembus atau menerobos serta mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya. Sehingga manusia tidak terbelenggu oleh tempat dan waktu. Dengan demikian manusia dapat menembus ke sana dan ke masa depan.
Kemampuan bereksistensi perlu dibina melalui pendidikan. Peserta didik diajar agar belajar dari pengalamannya, mengantisipasi keadaan dan peristiwa, belajar melihat prospek masa depan dari sesuatu serta mengembangkan imajinasi kreatifnya sejak masa kanak-kanak.


c. Kata hati
Kata hati juga sering disebut dengan istilah hati nurani, lubuk hati, suara hati, pelita hati dan sebagainya.
Kata hati adalah kemampuan membuat keputusan tentang yang baik atau benar dan yang buruk atau salah bagi manusia sebagai manusia. Untuk melihat alternatif mana yang terbaik perlu didukung oleh kecerdasan akal budi. Orang yang memiliki kecerdasan akal budi disebut tajam kata hatinya.
Kata hati yang tumpul agar menjadi kata hati yang tajam harus ada usaha melalui pendidikan kata hati yaitu dengan melatih akal kecerdasan dan kepekaan emosi. Tujuannya agar orang memiliki keberanian berbuat yang didasari oleh kata hati yang tajam, sehingga mampu menganalisis serta membedakan mana yang baik atau benar dan buruk atau salah bagi manusia sebagai manusia.
d. Moral
Jika kata hati diartikan sebagai bentuk pengertian yang menyertai perbuatan maka yang dimaksud moral adalah perbuatan itu sendiri. Moral dan kata hati masih ada jarak antara keduanya. Artinya orang yang mempunyai kata hati yang tajam belum tentu moralnya baik. Untuk mengetahui jarak tersebut harus ada aspek kemauan untuk berbuat.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa moral yang singkron dengan kata hati yang tajam merupakan moral yang baik. Sebaliknya perbuatan yang tidak singkron dengan kata hatinya merupakan moral yang buruk atau rendah.
e. Tanggung jawab
Sifat tanggung jawab adalah kesediaan untuk menanggung segenap akibat dari perbuatan yang menuntut jawab yang telah dilakukannya. Wujud bertanggung jawab bermacam-macam. Ada bertanggung jawab kepada dirinya sendiri bentuk tuntutannya adalah penyesalan yang mendalam. Tanggung jawab kepada masyarakat bentuk tuntutannya adalah sanksi-sanksi sosial seperti cemoohan masyarakat, hukuman penjara dan lain-lain. Tanggung jawab kepada tuhan bentuk tuntutannya adalah perasaan berdosa dan terkutuk.
f. Rasa kebebasan
Rasa kebebasan adalah tidak merasa terikat oleh sesuatu tetapi sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Artinya bebas berbuat apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan tuntutan kodrat manusia. Jadi kebebasan atau kemerdekaan dalam arti yang sebenarnya memang berlangsung dalam keterikatan.
g. Kewajiban dan Hak
Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul karena manusia itu sebagai makhluk sosial, yang satu ada hanya karena adanya yang lain. Tidak ada hak tanpa kewajiban. Kewajiban ada karena ada pihak lain yang harus dipenuhi haknya.
h. Kemampuan Menghayati Kabahagiaan
Kebahagiaan adalah merupakan integrasi dari segenap kesenangan, kegembiraan, kepuasan dan sejenisnya dengan pengalaman-pengalaman pahit dan penderitaan. Proses dari kesemuanya itu (yang menyenangkan atau yang pahit) menghasilkan suatu bentuk penghayatan hidup yang disebut bahagia.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan adalah perpaduan dari usaha, hasil atau takdir dan kesediaan menerimanya.
C. Dimensi-dimensi Hakikat Manusia, Keunikan dan Dinamikanya.
Dalam hal ini ada 4 macam dimensi yang akan dibahas yaitu :
1. Dimensi Keindividuan
Setiap anak manusia yang dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk menjadi berbeda dari yang lain atau menjadi dirinya sindiri. Inilah sifat individualitas.
Karena adanya individualitas itu setiap orang mempunyai kehendak, perasaan, cita-cita, kecenderungan, semangat dan daya tahan yang berbeda-beda. Setiap manusia memiliki kepribadian unik yang tidak dimiliki oleh orang lain.

2. Dimensi Kesosialan
Setiap bayi yang lahir dikaruniai potensi sosialitas demikian dikatakan Mj Langeveld (1955 : 54) dalam buku (Pengantar Pendidikan, Prof. Dr. Tirtaraharja dan Drs. S.L La Ulo 2005 : 18). Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa setiap anak dikaruniai benih kemungkinan untuk bergaul. Artinya setiap orang dapat saling berkomunikasi yang pada hakikatnya di dalamnya ada unsur saling memberi dan menerima.
Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampak jelas pada dorongan untuk bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya.
Manusia hanya menjadi menusia jika berada diantara manusia. Tidak ada seorangpun yang dapat hidup seorang diri lengkap dengan sifat hakekat kemanusiaannya di tempat yang terasing. Sebab seseorang hanya dapat mengembangkan sifat individualitasnya di dalam pergaulan sosial seseorang dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya di dalam interaksi dengan sesamanya.
3. Dimensi Kesusilaan
Kesusilaan adalah kepantasan dan kebaikan yang lebih tinggi. Manusia itu dikatakan sebagai makhluk susila. Drijarkoro mengartikan manusia susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati, dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam perbuatan. (Drijarkoro 1978 : 36 – 39) dalam buku (Pengantar Pendidikan Prof. Dr. Tirtaraharja dan Drs. S.L La Ulo 2005 : 21)
Agar manusia dapat melakukan apa yang semestinya harus dilakukan, maka dia harus mengetahui, menyadari dan memahami nilai-nilai. Kemudian diikuti dengan kemauan atau kesanggupan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
4. Dimensi Keberagamaan
Pada hakikatnya manusia adalah makhluq religius. Mereka percaya bahwa di luar alam yang dapat dijangkau oleh indranya ada kekuatan yang menguasai alam semesta ini. Maka dengan adanya agama yang diturunkan oleh tuhan manusia menganut agama tersebut.
Beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluq yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia memerlukan agama demi keselamatan hidupnya. Manusia dapat menghayati agama melalui proses pendidikan agama. Disinilah tugas orang tua dan semua pendidik untuk melaksanakan pendidikan agama kepada anaknya atau anak didiknya.
(Sumber; http://yogajaya87.wordpress.com/2011/10/08/hakekat-manusia-dan-pengembangannya/)

D. Sosok manusia indonesia yang seutuhnya
Sosok manusia Indonesia seutuhnya telah dirumuskan dalam GBHN mengenai arah pembangunan jangka panjang. Dinyatakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan didalam rangka pembanguna Manusia Indonesia Seutuhnya dan pembanguna seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini berarti bahwa pembanguan itu tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah, seperti pangan, sandang, perumahan, kesehatan, dsb., ataupun kepuasan batiniah seperti pendidikan ,rasa aman, bebas mengeluarkan pendapat yang bertanggungjawab ,rasa keadilan, dsb; melainkan keselarasan,keserasian, dan keseimbangan antara keduanya. Selanjutnya juga diartikan bahwa pembangunan itu merata di seluruh tanah air,bukan hanya untuk golongan atau sebahagian dari masyarakat. Selanjutnya juga diartikan sebagai keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, antara sesame manusia, antara manusia dan lingkungan alam sekitarnya , keserasian hubungan antara bangsa-bangsa dan juga kesel;arasan antara cita-cita hidup di dunia dengan kebahagiaan di akhirat.
(Sumber: http://tugaskuliah-ilham.blogspot.com/2011/03/sasaran-pendidikan.html)
E. Pengembangan dimensi hakekat manusia
Masing-masing dimensinya dapat dikembangkan sehingga dapat membentuk kepribadian manusia sebagai berikut :

1. Pengembangan Manusia sebagai Mahluk Individu.
Pendidikan harus mengembangkan anak didik mampu menolong dirinya sendiri. Pestalozzi mengungkapkan hal ini dengan istilah/ucapan: Hilfe zur selbathilfe,yang artinya memberi pertolongan agar anak mampu menolong dirinya sendiri. Untuk dapat menolong dirinya sendiri, anak didik perlu mendapat berbagai pengalaman di dalam pengembangan konsep, prinsip, generasi, intelek, inisiatif, kreativitas, kehendak, emosi/perasaan, tanggungjawab, keterampilan ,dll. Dengan kata lain, anak didik harus mengalami perkembangan dalam kawasan kognitif, afektif dan psikomotor.
Sebagai mahluk individu, manusia memerlukan pola tingkah laku yang bukan merupakan tindakan instingtif, dan hal-hal ini hanya bisa diperoleh melalui pendidikan dan proses belajar.
2. Pengembangan manusia sebagai mahluk social
Disamping sebagai mahluk individu atau pribadi manusia juga sebagai mahluk social. Manusia adalah mahluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkan secara seorang diri saja. Kehadiran manusia lain dihadapannya, bukan saja penting untuk mencapai tujuan hidupnya, tetapi juga merupakan sarana untuk pengembangan kepribadiannya. Melalui pendidikan dapat dikembangkan suatu keadaan yang seimbang antara pengembangan aspek individual dan aspek social ini. Hal ini penting untuk pendidikan di Indonesia yang berfilasafah pancasila, yang menghendaki adanya perkembangan yang seimbang antara aspek individual dan aspek social tersebut.
Pentingnya usaha mencari keseimbangan antara aspek individual dan aspek social ini dikemukakan juga oleh Thompson sebagai berikut: “The problem of finding the golden mean between education for the individual life and education for communal service and cooperation is one of the most important questions for the educator”.

3. Pengembangan manusia sebagai mahluk susila
Aspek yang ketiga dalam kehidupan manusia, sesudah aspek individual dan social, adalah aspek kehidupan susila. Hanya manusialah yang dapat menghayati norma-norma dalam kehidupannya sehingga manusia dapat menetapkan tingkah laku yang baik dan bersifat susila dan tingkah laku mana yang tidak baik dan bersifat tidak susila. Setiap masyarakat dan bangsa mempunyai norma-norma, dan nilai-nilainya. Tidak dapat dibayangkan bagaimana jadinya seandainya dalam kehidupan manusia tidak terdapat norma-norma dan nilai-nilai tersebut. Sudah tentu kehidupan manusia akan kacau balau, hukum rimba, sudah pasti akan berlaku dan menjalar diseluruh penjuru dunia. Melalui pendidikan kita harus mampu menciptakan manusia susila dan harus mengusahakan anak-anak didik kita menjadi manusia pendukung norma, kaidah dan nilai-nilai susila dan social yang di junjung tinggi oleh masyarakatnya. Norma, nilai dan kaidah tersebut harus menjadi milik dan selalu di personifikasikan dalam setiap sepak terjang, dan tingkah laku tiap pribadi manusia.

4. Pengembangan manusia sebagai mahluk religious
Eksistensi menusia manusia yang keempat adalah keberadaanya dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Kuasa.sebagai anggota masyarakat dan bangsa yang memiliki filsafat Pancasila kita dituntut untuk menghayati dan mengamalkan ajaran pancasila sebaik-baiknya. Sebagai anggota masyarakat yang dituntut untuk menghayati dan mengamalkan ajaran Pancasila, maka kepada masing-masing warga Negara dengan demikian juga dituntut untuk dapat melaksanakan hubungan dengan Tuhan sebaik-baiknya menurut keyakinan yang dianutnya masing-masing, serta untuk melaksanakan hubungan sebaik-baiknya dengan sesama manusia.

(Sumber:http://qym7882.blogspot.com/2009/04/hakikat-manusia-dan-pengembangannya.html)

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar yang menggunakan Anonymous tidak akan mendapatkan respon.!! thanks..