Persepsi Konsumen

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Persepsi merupakan cara pandang orang memandang dunia ini (schifmann dan kanuk (2000)). Dari definisi yang umum ini dapat dilihat bahwa persepsi seseorang kan berbeda dari yang lain. Media massa dengan segala bentuknya dapat membentuk persepsi yang serupa antar warga kelompok masyrakat tertentu. Dalam hal pemasaran pengaruh media iklan di media masssa, kemasan prosuk, papan reklame, dan sebagainya mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu produk atau merek.
Ries dan trout (1987) mengatakan bahwa pemasaran adalah peprangan antar produsen untuk memperebutkan persepsi konsumen. Begitu pentingnya persepsi dibenak konsumen, sehingga bermacam-macam strategi dibentuk dn dirancang perusahaan supaya produk atau mereknya bisa menjadi nomor satu dibenak konsumen.
B. Permasalahan
Dalam merebut persepsi konsumen diperlukan berbagai analisis mendalam terhadap kebutuhan mana yang paling dibutuhkan oleh konsumen, dan bagaimana pula perusahaan melkukan sesuatu untuk merebut persepsi konsumen ini. Selain itu bagaimana konsumen mengatasi resiko-resiko yang ditawarkan oleh pemasar.





BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep persepsi
Solomon (1999) mendefinisikan persepsi sebagai proses dimana sensasi yang diterima oleh seseorang dipilih dan dipilah, kemudian diatur dan akhirnya diinterpretasikan.
Ada bebrapa factor yang mempegaruhi pembentukan persepsi seseorang, yaitu:
1. Factor internal
a. Pengalaman
b. Kebutuhan saat itu
c. Nilai-nilai yang dianutnya
d. Ekspektasi/pengharapannya
2. Factor eksternal
a. Tampilan produk
b. Sifat-sifat stimulus
c. Situasi lingkungan
Ries dan trout (1986: 44) mengatakan bahwa “the consumer mind” yang menggarap persepsi manusia itu adalah medan perang pemasaran terutama dalam kiat-kiat positioning, positioning adalah kiat mempengaruhi dan membentuk persepsi konsumen terhadap produk atau merek yang diperkenalkan. Untuk memenangkan persaingan itu, maka positioning prosuk harus dirancang sedemikian rupa sehingga input sensai yang ditimbulkan olah berbagai bentuk komunikasi pemasaran benar-benar mengena, dalam arti dapat diterima system sensorik konsumen atau prospek dan diinterpretasikan seperti yang dingini oleh pamasar.
B. Persepsi subliminal
Lefton (1982) mengartikan persepsi subliminal sebagai persepsi terhadap stimulus yang diberikan dibawah tingkat ambang rangsang sehingga penerima tidak sadar akan adanya stimulus itu. Pada umumnya pemasar ingin mempengaruhi konsumen dengan memberikan stimulus sensorik diatas ambang rangsangnya. Akan tetapi tidak semua stimulus/komunikasi pemasaran dibuat agar jatuh diatas ambang rangsang. Bebrapa iklan justru memberikan stimulus dibawah ambang rangsang yang disebut subliminal.
Pengaruh melalui subliminal tidak mudah dibuat karena pemasar tidak mau menanggung resiko yang terlalu besar. Resiko itu termasuk kalau pemirsa tidak bisa menanghkap gambar atau tulisan yang cepat atau samar-samar. Kemampuan menangkap pesan pemasar yang demikian tergantung banyak factor, seperti jarak tv dengan pemirsa, posisi pemirsa didepan televise, dan masih banyak lagi hal yang bersifat individual.
C. Persepsi dan selektifitas
Persepsi adalah fenomena yang selektif. Karena kapasitas memori dalam otak manusia terbatas, maka seseorang cdenderung menyaring stimulus yang dihadapi, memilah dan memilih stimulus yang mana yang disimpan dalam memori. Oleh karean itu, selektifitas sensorik manusia menjadi semakin meningkat.
1. Selective exposure, orang cenderung mengabaikan stimulus yang menyebabkan kekuatiran, ketidaknyamanan dan yang tidak penat. Istilah-istilah yang perlu dalam eksposure yang selektif ditelevisi maupun dimedia massa antara lain:
a. Zipping; memindah saluran pada saat iklan dalam interlude sebuah film kesayangan atau acara kesayangan.
b. Zapping; sama sekali tidak mau melihat iklan, misalnya pada waktu membaca majalah.
c. Muting; mengecilkan atau mematikan volume televise maupun radio pada waktu ada iklan.
2. Selective attention; orang cenderung selektif dalam perhatiannya pada atau keterlibatannya dengan stimulus-stimulus yang berbeda.
3. Selective interpretation; stimulus yang diterima akan diinterpretasikan secara lebih subyektif.
4. Selective retention; untuk efisiensi orang yang melupakan, menyaring, atau gagal untuk menyimpan stimulus yang prioritasnya rendah atau tidak penting.
Perhatian juga selektif dalam hal cara konsumen merespon stimulus yang dihadapi, seperti konsumen berada digerai dengan banyak kategori produk yang dipajang.
D. Dinamika persepsi
Stimulus mana yang akan lulus seleksin oleh seorang individu tergantung pada:
1. Sifat-sifat stimulus.
Factor stimulus yang penting dalam persepsi konsumen adalah:
a. Contrast; merupakan atribut stimulus yang paling kuat. Contrast menguatkan persepsi dengan menonjolkan perbedaan intensitas stimulus itu.
b. Closure; merupakan kecenderungan orang untuk mengisi, secara persepsi, bagian yang hilang dari stimulus yang tidak lengkap.
c. Proximity; menurut prinsip kedekatan, benda atau artikel yang berdekatan satu sama lain dalam wawasan waktu maupun ruang akan dipersepsi sebagai bagian-bagian yang berhubungan dari suatu pola atau konfigurasi.
d. Similarity (grouping); dalam suatu konglomerasi stimulus, orang akan mempersepsi obyek-obyek yang kelihatan sama menjadi satu kelompok.
e. Ukurnan, warna, posisi dan usia dari stimulus itu.
2. Expectation (harapan) konsumen
Sehubungan dengan pembentukan ekspektasi ini disimpulkan bahwa stimulus yang berlawanan atau yang sangat lain dengan ekspektasi konsumen tidak akan diperhatikan.
3. Motive
Motif adalah dorongan untuk memnuhi kebutuhan. Dalam rangka memenuhi kebutuhan ini orang lebih memperhatikan sesuatu yang menurut dia dapat memenuhi kebutuhannya. Orang cenderung memasukkan stimulus yang cocok dengan motifnya kedalam persepsinya. Semakin kuat kebutuhan, semakin besar kecenderungan untuk mengabaikan stimulus yang tidak ada hubungannya dengan kebutuhan itu.
E. Pengaruh yang mendistorsi persepsi
1. Physical appearance; orang cenderung suka pada kualitas yang mereka asosiasikan dengan orang-orang tertentu yang mirip dengan mereka dalam hal-hal tertentu yang relevan.
2. Stereotype; gambaran yang selau ada dalam benak seseorang (stereotype) merupakan harapan orang tersebut akan terjadinya situasi-situasi khusus atau munculnya orang-orang tertentu atau kejadian-kejadian tertentu dlam suatu situasi.
3. Sumber-sumber yang dihormati biasa member bobot persepsi yang lebih.
4. Irrelevant cues; orang membeli sesuatu atribut produk yang sebetulnya bukan atribut inti dari produk.
5. First impression atau kesan pertama; sesuatu yang sangat berkesan sulit untuk diubah, bahkan cenderung bersifat selamanya. Perkenalan produk adalah tahap yang sangat penting yang akan masuk dalam persepsi konsumen.
6. Jumping to conclusions; seringkali oranv menyimpulkan, terutama dalam hal kinerja produk, sebelum melihat bukti-bukti yang relevan.
7. Halo effect; kesan umum yang diberikan pada interpretasi stimulus yang tidak penat.
F. Kualitas yang dipersepsi
Pada umumnya konsumen menentukan kualitas suatu produk berdasarkan pada berbagai macam issyarat informasi yang dihubungkan dengan produk tersebut.
1. Isyarat intrinsic; ukuran, warna, rasa atau aroma. Isyarat ini dianggap lebih rasional dan obyektif karena atribut ini merupakan stimulus yang dapat diterima oleh panca indera.
2. Isyarat ekstrinsik; bersifat diluar produk seperti harga, citra took, atau citra produsennya.
G. Resiko yang dipersepsi Konsumen
Resiko yang dipersepsi adalah resioko yang mempengaruhi perilaku konsumen. Resiko yang dipersepsi mencakup:
1. Functional risk atau performance risk; yaitu resiko yang bila produk tidak dapat memberikan kinerja seperti yang diharapkan.
2. Physical risk; yaitu resiko pada adiri sendiri atau orang lain yang mungkin akan diakibatkan oleh produk.
3. Financial risk; yaitu resiko bila produk tidak sesuai dengan harganya.
4. Social risk; resiko ytang ditrimbulkan bila ternyata produk yang dipilih malah menimbulkan penghinaan dan menyebabkan pperasaan malu.
5. Psychological risk; yaitu resiko bila produk malah melukai ego konsumen.
6. Time risk; yaitu resiko bila waktu yang dihabiskan untuk mendapatkan produk akan sia-sia karena kinerja produk tidak seperti yang diharapkan.
7. Resiko legal; yaitu resiko terjadinya tuntutan hokum oleh pihak ketiga.

H. Bagaimana konsumen mangatasi resiko?
Billa motivasi untuk mendapatkan produk cukup besar, untuk menghilangkan ketegangan (disharmoni) yang dialami mereka akan berusaha meyakinkan diri bahwa resiko itu tidak sedemikian besarnya dengan perilaku-perilaku berikut ini:
1. Konsumen mencari informasi
2. Brand loyality
3. Konsumen memilih berdasarkan brand image atau citra produk merek.
4. Konsumen membeli model yang paling mahal.
5. Konsumen mencari jaminan, mencoba sebelum membeli, dan sebagainya.



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Persepsi konsumen, betapapun tidak logisnya adalah obyek yang sangat penting dalam pmasaran. Yang perlu diketahui disini adalah bahwa persepsi konsumen adlah proses yang rumit, tidak hanya melibatkan factor-faktor psikoloogis.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini belumlah sempurna untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan.

1 komentar:

maaf kalo boleh tau ini sumbernya dari mana? apa dari buku kotler&keller?

Posting Komentar

Komentar yang menggunakan Anonymous tidak akan mendapatkan respon.!! thanks..